Ketika kerajaan palembang menghadapi ancaman musuh, raja(sunan)
memanggil orang-orang sakti untuk minta bantuan, menghadaplah Mat
Aliudin yang sedang bisulan kaki berjalan terpincang-pincang, melihat
hal tersebut diusirlah dia dari istana karena tidak ada tampang
sedikitpun kalau dia adalah orang sakti.
Ketika hendak pulang dia pergi ke sungai lematang membentangkan kain
putih di permukaan air kemudian langsung duduk bersila diatas kain
tersebut dalam keadaan terapung, menyaksikan keganjilan tersebut
petugas istana langsung memanggilnya ketika melihat kain yang
didudukinya mulai bergerak melawan arus.
Akhirnya desa tempat asal Mat Aliudin tersebut diberi nama Bantu Raja, karena dia berhasil membantu raja dengan kesaktiannya.
Ada juga yang berpendapat kata Bantu Raja didapat ketika ada kapal
kerajaan yang sedang melewati sungai lematang yang sedang dangkal
karena kemarau tersangkut, kemudian dibantu penduduk desa mendorong
kapal tersebut.
Dalam perkembangannya desa Bantu Raja berubah menjadi Baturaja ketika jaman penjajahan Jepang.
Puyang Naneng
Ada cerita unik ketika pertama kali jepang datang ke marga Dangku,
ketika di desa Kuripan(bagian hulu baturaja) mereka diberitahu desa
Bantu Raja hanya berjalan ke hilir melewati hutan dipesisir sungai
lematang, ternyata yang mereka temukan desa Dangku(bagian hilir
baturaja), di Dangku mereka diberitahu kalau mereka sudah melewati
Bantu Raja untuk itu mereka harus kembali berjalan ke hulu, setelah
kembali mereka sampai ke desa Kuripan lagi, begitu seterusnya sampai
akhirnya ada pegawai pesirah yang membantu pasukan jepang, melihat
daerah yang seharusnya tempat pemukiman penduduk Bantu Raja menjadi
hutan berupa pohon besar-besar dan setiap pohon terlihat gembok yang
biasanya dipasang pada pintu rumah.
Penduduk desa Baturaja percaya puyang Naneng selalu datang membantu
keturunannya(penduduk desa baturaja) setiap ada bahaya yang mengancam,
pasukan jepang tidak bisa menemukan desa baturaja karena pandangan
mata mereka melihat rumah penduduk sebagai pohon sehingga mereka hanya
merasa melewati hutan saja.
Bahkan dulunya angkong yang melewati desa Baturaja, harus memukul gong
kalau tidak akan ada kerusakan pada angkong tersebut, entah sapinya
ngamuk atau rodanya patah
Pateh Kepur
Pada sistem pemerintahan marga, kepala desa disebut keriye. walaupun
sebenarnya Pateh kepur bukan penduduk asli, Pateh kepur disebut-sebut
sebagai keriye pertama yang memerintah di desa baturaja, salah satu
tempat bekarang yang banyak ditunggu adalah Lubuk Kepur karena paling
lama keringnya dan banyak ikannya, selain itu nama Pateh Kepur sekarang
menjadi nama jalan utama yang melewati desa baturaja
Dayang Rindu
Legenda Dayang Rindu sudah menjadi milik rakyat Muara Enim, sedikit
yang tahu bahwa Dayang Rindu berasal dari desa Baturaja bahkan orang
baturaja sendiri, karena setelah dinikahi Rie Carang pemuda dari desa
Banuayu mereka menetap di daerah sekitar batangari Niru, bahkan pabrik
kertas PT. Tanjung Enim Lestari sebagian didirikan diatas tanah milik
keturunan Dayang Rindu, ceritanya justru berkembang didaerah Rambang
Niru(Tanjung Raman, Simpang Niru dan sekitarnya) sebagai tempat
tinggalnya setelah pertarungan dua pemuda yang memperebutkan dirinya di
tempat asalnya desa Baturaja.
* pesirah = kepala pemerintahan marga
1 komentar:
PENGETAHUAN BARU TENTANG BATURAJA... SAYA SARI MENDALA
Posting Komentar
tolong komentarnya berhubungan dengan artikel yang ada